Scroll Top
The ICON-Tangerang Jl. BSD Raya Barat No.15 Blok R

Perbedaan Resusitasi Neonatus dengan Resusitasi Dewasa dan Anak

Perbedaan Resusitasi Neonatus dengan Resusitasi Dewasa dan Anak

Workshop Resusitasi Neonatus – Resusitasi adalah tindakan medis yang bertujuan untuk mengembalikan fungsi pernapasan dan sirkulasi darah pada pasien yang mengalami henti napas atau henti jantung. Namun, resusitasi tidak bisa dilakukan dengan metode yang sama untuk semua kelompok usia. Resusitasi neonatus, anak, dan dewasa memiliki perbedaan yang signifikan dalam pendekatan, teknik, serta alat yang digunakan. Oleh karena itu, penting bagi tenaga medis, terutama perawat dan dokter, untuk memahami perbedaan mendasar ini agar dapat memberikan intervensi yang efektif sesuai dengan kebutuhan pasien.

1. Perbedaan Fisiologi Neonatus, Anak, dan Dewasa

Neonatus memiliki karakteristik fisiologis yang sangat berbeda dibandingkan dengan anak dan dewasa. Organ-organ tubuhnya masih dalam tahap perkembangan, terutama paru-paru dan sistem kardiovaskular. Pada saat lahir, neonatus harus melakukan transisi dari kehidupan intrauterin yang bergantung pada plasenta ke kehidupan ekstrauterin yang memerlukan fungsi paru-paru sebagai organ utama pertukaran gas. Hal ini membuat resusitasi neonatus memiliki tantangan tersendiri dibandingkan dengan resusitasi anak atau dewasa yang sudah memiliki sistem pernapasan yang lebih matang.

2. Penyebab Henti Napas dan Henti Jantung

Penyebab utama henti napas dan henti jantung pada neonatus umumnya adalah gangguan pernapasan, seperti asfiksia perinatal atau sindrom aspirasi mekonium. Sebaliknya, pada anak dan dewasa, penyebab henti jantung lebih sering dikaitkan dengan masalah kardiovaskular, trauma, atau penyakit sistemik lainnya. Oleh karena itu, fokus utama dalam resusitasi neonatus adalah mengoptimalkan fungsi pernapasan, sementara pada anak dan dewasa, perhatian lebih diberikan pada stabilisasi sirkulasi.

3. Teknik Resusitasi

Ventilasi dan Manajemen Jalan Napas

Pada neonatus, manajemen jalan napas menjadi prioritas utama karena hampir semua kasus henti jantung disebabkan oleh masalah pernapasan. Ventilasi tekanan positif (Positive Pressure Ventilation/PPV) dengan bag-mask atau T-piece resuscitator menjadi langkah pertama yang sangat krusial. Sebaliknya, pada anak dan dewasa, kompresi dada lebih sering dilakukan lebih awal karena kegagalan sirkulasi sering menjadi penyebab utama henti jantung.

Selain itu, posisi kepala pada neonatus harus diperhatikan dengan sangat teliti karena anatomi saluran napasnya yang lebih kecil dan lunak. Posisi kepala yang ideal adalah sedikit ekstensi untuk membuka jalan napas. Sementara itu, pada anak dan dewasa, manuver angkat dagu (chin lift) atau dorong rahang (jaw thrust) lebih sering digunakan.

Kompresi Dada

Pada neonatus, kompresi dada dilakukan jika denyut jantung kurang dari 60 kali per menit setelah pemberian ventilasi yang efektif selama 30 detik. Teknik yang direkomendasikan adalah menggunakan dua ibu jari yang menekan bagian tengah sternum, sementara jari lainnya menopang punggung bayi. Rasio kompresi-ventilasi yang digunakan adalah 3:1, dengan kecepatan sekitar 120 kali per menit.

Pada anak, kompresi dada dilakukan dengan satu atau dua tangan tergantung pada ukuran tubuh anak. Rasio yang digunakan adalah 15:2 jika dilakukan oleh dua penolong dan 30:2 jika hanya dilakukan oleh satu penolong. Sementara pada dewasa, kompresi dada dilakukan dengan kedua tangan dan rasio yang digunakan adalah 30:2, dengan kedalaman kompresi sekitar 5-6 cm.

4. Penggunaan Oksigen dan Obat-obatan

Pada neonatus, pemberian oksigen harus disesuaikan dengan kebutuhan karena kadar oksigen yang terlalu tinggi dapat menyebabkan toksisitas oksigen dan komplikasi seperti retinopati prematuritas. Neonatus umumnya diberikan oksigen mulai dari 21% (setara dengan udara ruangan) hingga 100% tergantung pada kondisi bayi. Sementara itu, pada anak dan dewasa, oksigen dapat diberikan dengan konsentrasi yang lebih tinggi tanpa risiko toksisitas yang besar.

Penggunaan obat-obatan pada resusitasi neonatus juga lebih terbatas dibandingkan dengan anak dan dewasa. Epinefrin diberikan hanya jika kompresi dada dan ventilasi tidak berhasil meningkatkan denyut jantung. Sebaliknya, pada anak dan dewasa, epinefrin sering kali digunakan lebih awal dalam algoritma resusitasi.

Baca juga Teknik-Teknik Dasar yang Harus Diketahui dalam Resusitasi Neonatus

5. Evaluasi dan Monitoring Pasca Resusitasi

Setelah berhasil melakukan resusitasi, neonatus membutuhkan pemantauan ketat di unit perawatan intensif neonatal (NICU) untuk memastikan transisi pernapasan dan sirkulasi berjalan dengan baik. Selain itu, pemanasan bayi, manajemen gula darah, serta pemantauan saturasi oksigen menjadi aspek penting dalam perawatan pasca resusitasi. Pada anak dan dewasa, pemulihan lebih berfokus pada stabilisasi hemodinamik, pemeriksaan neurologis, serta pencegahan komplikasi akibat henti jantung yang berkepanjangan.

Resusitasi neonatus memiliki perbedaan mendasar dibandingkan dengan resusitasi anak dan dewasa, terutama dalam hal penyebab henti napas, teknik ventilasi, serta penanganan sirkulasi. Neonatus lebih rentan terhadap gangguan pernapasan, sehingga fokus utama dalam resusitasi adalah memastikan jalan napas terbuka dan ventilasi efektif. Sementara itu, pada anak dan dewasa, penekanan lebih diberikan pada stabilisasi sirkulasi melalui kompresi dada dan penggunaan obat-obatan. Dengan memahami perbedaan ini, tenaga medis dapat melakukan resusitasi yang lebih efektif dan meningkatkan peluang kesintasan pasien sesuai dengan kelompok usianya.

Leave a comment

You must be logged in to post a comment.